sepucuk surat dari ayah



Ruteng, 11 Juni 2013
Anak ku.....
Ketika aku semakin tua, aku berharap kamu memahami, dan memiliki kesabaran untuk ku.
Suatu ketika aku memecahkan piring, atau menumpahkan sayur di atas meja, karena penglihatanku berkurang, aku harap, kamu tidak memarahiku
Orang tua itu sensitif, selalu merasa bersalah saat kamu berteriak, atau mengatakan “dasar tua bangka, pikun lagi.
Ketika pendengaranku semakin memburuk, dan aku tidak bisa mendengar apa yang kamu katakan, aku harap kamu tidak memanggilku “Tuli”, tapi mohon ulangi apa yang kamu katakan, atau menuliskannya.
Maaf, anak ku, aku semakin tua. Badanku kurus, kering, tinggal tulang, dan raut wajahku keriput  , aku mohon, “akuilah, bahwa aku adalah ayahmu”. Jangan paksa aku untuk memakai minyak di kepalaku, sebab tiada sehelaipun rambut tersisa di ubun-ubunku.
Ketika lututku makin lemah, aku harap kamu memiliki kesabaran untuk membantuku bangun, seperti bagaimana doeoloe aku selalu membantu kamu, saat kamu masih kecil, untuk belajar berjalan.
Aku mohon, jangan bosan denganku.
Ketika aku terus mengulangi apa yang kukatakan, seperti kaset rusak, aku harap kamu terus mendengarkan aku, dan tolong jangan mengejekku, atau bosan mendengarkanku. Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil dan kamu mengingikan sebuah balon? Kamu mengulangi apa yang kamu mau berulang-ulang, sampai kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan.
Maaf juga bau ku....Tercium seperti bau tanah, aku mohon... jangan memaksaku untuk mandi. Tubuhku lemah.... aku mudah sakit, karena aku rentan terhadap udara dingin. Aku harap, aku tidak terlihat kotor dan dekil bagimu.
Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil? Aku selalu mengejar-ngejar kamu karena kamu tidak ingin mandi. Aku berharap kamu bisa bersabar denganku ketika aku selalu rewel.
Anak ku...
Ini semua bagian dari hidup menjadi tua. Kamu akan mengerti ketika kamu tua. Dan jika kamu memiliki waktu luang, aku harap kita bisa berbicara, bahkan untuk beberapa menit. Aku selalu sendirian sepanjang waktu, dan  tiada seorang pun yang bisa diajak  bicara. Aku tahu, kamu sibuk dengan pekerjaanmu. Bahkan jika kamu tidak tertarik pada ceritaku, aku mohon berikan aku kesempatan untuk terkahir kalinya.... ada bersamamu... walau hanya sekejap.......
Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil ? Aku selalu mendengarkan apa pun yang kamu seritakan tentang mainanmu, ataupun cita-citamu.......
Anak ku........
Kini.........dan di sini.... Ketika saatnya  tiba, saat aku hanya bisa berbaring sakit.... dan sakit...., aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku.
MAAF.....kalau aku ngompol, atau membuat berantakan, aku harap kamu memiliki kesbaran untuk merawatku, untuk beberapa saat terakhir dalam sisa hidupku. Aku mungkin tidak akan bertahan lebih lama, karena waktu kematianku datang, aku harap kamu memegang tanganku dan memberikan kekuatan menghadapi  kematianku. Dan.... janganlah engkau tangisi kepergianku, namun tabah dan kuatkan hatimu.Biarkan aku pergi dengan tenang. Dan.... jangan pula khawatir, ketika nanti aku bertemu Sang Pencipta, aku akan berbisik padaNya, untuk selalu memberikan BERKAT padamu, karena kamu telah mencintaiku.
Terima kasih atas segala pehatianmu, anak ku.....
Aku selalu mencintaimu dengan kasih yang berlimpah.
Ayahmu......
Bonafasioes Baeng

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKALA PENGUKURAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN

LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

PESONA KOTA RUTENG - FLORES