SKALA PENGUKURAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN



A.    Macam-macam skala pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif.
Berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian administrasi, pendidikan dan social antara lain :

1.      Skala Likert
2.      Skala Guttman
3.      Rating Scale
4.      Semantic Deferential
Ke lima  jenis skala tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan mendapatkan data interval, atau rasio. Hal ini akan tergantung pada bidang yang akan diukur.
1.      Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan presepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena social. Dalam penelitian, fenomena social ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut variable penelitian.
Dengan skala likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi idikator variable yang kemudian inikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapa t berupa pertanyaan atau pernyataan.
Jawaban setiap instrument yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negative, yang dapat berupa kata-kata antara lain :

a.       Sangat setuju
b.      Setuju
c.       Ragu-ragutidakk setuju
d.      Sangat tidak setuju
a.       Selalu
b.      Sering
c.       Kadang-kadang
d.      Tidak pernah
a.       Sangat positif
b.      Positif
c.       Negative
d.      Sangat negatif
a.       Sangat baik
b.      Baik
c.       Tidak baik
d.      Sangat tidak baik




Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya :
1.   Setuju/selalu/sangat positif diberi skor                       5
2.   Setuju/sering/positif diberi skor                                  4
3.   Ragu-ragu/kadng-kadang/netral diberi skor               3
4.   Tidak setuju/hampir tidak pernah/negative skor         2
5.   Sangat tidak setuju/tidak pernah diberi skor              1
        Instrument penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.
2.      Skala Guttman
      Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat dengan jawaban tegas, yaitu “ya-tidak”, “benar-salah”, “pernah-tidak pernah”, “positif-negatif” dan lain-lain. Data yng diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikotomi. Jadi kalau pada skala likert terdapat 3, 4, 5, 6,7 interval, dari kata “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju” , maka pada skala Guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju” atau “tidak setuju”. Penelitian menggunakan skala guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.
      Contoh :
1. Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat pimpinan diperusahaan ini ?
a.       Setuju
b.      Tidak setuju
2. Pernahkah pimpinan melakukan pemeriksaan diruang kerja anda?
a.       Pernah
b.      Tidak pernah
      Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk mpilihan ganda, juga dapat berbentuk checklist. Jawaban  dapat diberi skor tertinggi satu dam terrendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberu skor 1 dan tidsak setuju diberi skor 0.
      Pernyataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam skala pengukuran interval dikotomi.
      Contoh :
1.      Apakah tempat kerja anda dekat alan protocol?
a.       Ya
b.      Tidak
2.      Anda punya ijasah sarjana?
a.       Tidak
b.      Punya

3.      Semantic differensial
      Skala pengukuran yang berbentuk semantic diffrensial dikembangkan oleh Ossgood. Skala ini  juga digunakan untu mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist,tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak dibagian kanan garis, dan awaban yang “sangat negative”  terletak dibagian kiri garis,  atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap /karakteristk tertentu yang dipunyai seseorang.
      Contoh :
Beri nilai gaya kepemimpinan
Manager anda

     Bersahabat           5              4              3              2              1              tidak bersahabat
        Tepat janji            5              4              3              2              1              lupa janji
        Bersudara             5              4              3              2              1              memusuhi
        Memberi pujian   5              4              3              2              1              mencela
        Mempercayai       5              4              3              2              1              mendominasi
           Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif, sampai dengan negative. Hal ini tergantung pada presepsi responden kepada yang dinilai.
           Responden yang memberi nilai 5 berarti presepsi responden terhadap pimpinan itu sangat positif, sedangkan bila memberi nilai 3, berarti netral, dan bila memberi nilai 1, maka presepsi responden sangat negative.
4.      Rating Scale
        Dari ke tiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan,data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikkuantitatifkan. Tetapi dengan rating scale data mentah diperoleh berupa angka kemudian ditfsirkan dalam pengertian kualitatif.
        Dalam rating scale, responden tidak akan menawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediiakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karna itu, rating scale ini lebih fleksibel tidak terbatas un tuk pengukuran sikap saja tetapi mengukur presepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status social ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemamouan, proses kegiatan dan lain-lain.

B.     Instrumen penelitian
              Pada prisipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena social maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat kalau dinamakan membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Namun demiian dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan sebagai bentuk penelitan (Emory, 1985)
        Karna pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya disebut instrument penelitian.
           Jumlah instrument penelitian tergantung pada jumlah variable penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti. Misalnya akan meneliti tentang “pengaruh kepemimpinan dan iklim kerja terhadap produktivitas pegawai”. Dalam hal ini ada tiga instrument yang dibuat yaitu :
1.      Instrument untuk mengukur kepemimpinan
2.      Instrument untuk mengukur iklim kerja
3.      Instrument untuk mengukur produktivitas pegawai.

C. Cara menyusun instrument
            Titik tolak dari penyusunan adalah variable-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan defenisi oprasionalnya, dan selanutnya ditentukan indicator yang akan diukur. Dari indicator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Untuk memudahkan penyusunan instrument, maka perlu digunakan “matrik pengembangan instrument” atau “kisi-kisi instrument”.
            Sebagai contoh misalnya variable penelitiannya “tingkat kekayaan” indicator kekayaan misalnya : rumah,kendaraan, tempat belanja, pendidikan, jenis makanan yang seriing dimakan, jenis olahraga yang dilakukan dan sebagainya. Untuk indicator rumah, bentuk pertanyaannya misalnya 1) berapa jumlah rumah, 2) dimana letak rumah, 3) berapa luas masing-masing rumah, 4) bagaiman kualitas bangunan dan sebagainya.
            Untuk bias menentukan indicator dari setiap variable yang diteliti, maka diperlukan wawasan yang luasdan mendalam mengenai variable yang –teori diteliti, dan teori-teori yang mendukungnya.

D.   Validitas dan reabilitas instrument
            Menurut Azwar (1986) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
            Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A’ atau B (Azwar 1986).Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenarnya (Azwar 1986).
            Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam “alat ukur ini valid” adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana? (Azwar 1986)
Pengertian validitas menurut Walizer (1987) adalah tingkaat kesesuaian antara suatu batasan konseptual yang diberikan dengan bantuan operasional yang telah dikembangkan.
Walizer (1987) menyebutkan pengertian Reliability (Reliabilitas) adalah keajegan pengukuran.Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (2003: 475) reliabilitas adalah hal yang dapat dipercaya. Popham (1995: 21) menyatakan bahwa reliabilitas adalah "...the degree of which test score are free from error measurement"
Menurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali – untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang sama
Menurut Brennan (2001: 295) reliabilitas merupakan karakteristik skor, bukan tentang tes ataupun bentuk tes.
Menurut Sumadi Suryabrata (2004: 28) reliabilitas menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan.
Dalam pandangan Aiken (1987: 42) sebuah tes dikatakan reliabel jika skor yang diperoleh oleh peserta relatif sama meskipun dilakukan pengukuran berulang-ulang.
Dengan demikian, keandalan sebuah alat ukur dapat dilihat dari dua petunjuk yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas. Kedua statistik tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan (Feldt & Brennan, 1989: 105)
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat statistik (Feldt & Brennan, 1989: 105)
Berdasarkan sejarah, reliabilitas sebuah instrumen dapat dihitung melalui dua cara yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas (Feldt & Brennan: 105). Kedua statistik di atas memiliki keterbatasannya masing-masing. Kesalahan pengukuran merupakan rangkuman inkonsistensi peserta tes dalam unit-unit skala skor sedangkan koefisien reliabilitas merupakan kuantifikasi reliabilitas dengan merangkum konsistensi (atau inkonsistensi) diantara beberapa kesalahan pengukuran.

E pengujian validitas dan reabilitas instrument
1.      Penguian validitas instrument
a.       Pengujian validitas konstruksi
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrumen harus dilakukan proses penelaahan teoritis dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-butir item instrumen. Perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logik dan cermat.
Menyimak proses telaah teoritis seperti telah dikemukakan, maka proses validasi konstruk sebuah instrumen harus dilakukan melalui penelaahan atau justifikasi pakar atau melalui penilaian sekelompok panel yang terdiri dari orang-orang yang menguasai substansi atau konten dari variabel yang hendak diukur.
b.      Pengujian validitas isi
Validitas isi suatu tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran.
Dengan kata lain, tes yang mempunyai validitas isi yang baik ialah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Menurut Gregory (2000) validitas isi menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut. Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak harus dilakukan melalui penelaahan kisi-kisi tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili atau mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang seharusnya dikuasai secara proporsional. Oleh karena itu, validitas isi suatu tes tidak memiliki besaran tertentu yang dihitung secara statistika, tetapi dipahami bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu, wiersma dan Jurs dalam Djaali dan Pudji (2008) menyatakan bahwa validitas isi sebenarnya mendasarkan pada analisis logika, jadi tidak merupakan suatu koefisien validitas yang dihitung secara statistika.
Untuk memperbaiki validitas suatu tes, maka isi suatu tes harus diusahakan agar mencakup semua pokok atau sub-pokok bahasan yang hendak diukur. Kriteria untuk menentukan proporsi masing-masing pokok atau sub pokok bahasan yang tercakup dalam suatu tes ialah berdasarkan banyaknya isi (materi) masing-masing pokok atau sub-pokok bahasan seperti tercantum dalam kurikulum atau Garis-Garis Besar Program Pengajaran(GBPP).
Selain itu, penentuan proporsi tersebut dapat pula didasarkan pendapat (judgement) para ahli dalam bidang yang bersangkutan. Jadi situasi tes akan mempunyai validitas isi yang baik jika tes tersebut terdiri dari item-item yang mewakili semua materi yang hendak diukur. Salah satu cara yang biasa digunakan untuk memperbaiki validitas isi suatu tes ialah dengan menggunakan blue-print untuk menentukan kisi-kisi tes.



c.       Pengujian validitas eksternal
Kriteria eksternal dapat berupa hasil ukur instrumen yang sudah baku atau instrumen yang dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau varaibel yang hendak diukur. Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil perhitungan statistika. Jika kita menggunakan hasil ukur instrumen yang sudah baku sebagai kriteria eksternal, maka besaran validitas eksternal dari instrumen yang kita kembangkan didapat dengan jalan mengkorelasikan skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil ukur instrumen baku yang dijadikan kriteria. Makin tinggi koefesien korelasi yang didapat, maka validitas instrumen yang dikembangkan juga makin baik. Kriteria yang digunakan untuk menguji validitas eksternal adalah nilai table r (r-tabel).
Jika koefesien korelasi antara skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil ukurinstrumen baku lebih besar dari pada r-tabel, maka instrumen yang dikembangkan dapat valid berdasarkan kriteria eksternal yang dipilih (hasil ukur instrumen baku). Jadi keputusan uji validitas dalam hal ini adalah mengenai valid atau tidaknya instrumen sebagai suatu kesatuan, bukan valid atau tidaknya butir instrumen seperti pada validitas internal.
Ditinjau dari kriteria eksternal yang dipilih, validitas eksternal dapat dibedakan atas dua macam yaitu:
1. Validitas prediktif apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah adalah ukuran atau penampilan masa yang akan datang.
2.    Validitas kongkuren apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah ukuran atau penampilan saat ini atau saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran.

2.      Penguian relabillitas instrumen
Reliabilitas adalah sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik ( Arikunto, 2002: 154 ). Pada penelitian ini untuk mencari reliabilitas instrumen menggunakan rumus alpha α, karena instrumen dalam penelitian ini berbentuk angket atau daftar pertanyaan yang skornya merupakan rentangan antara 1-5 dan uji validitas  menggunakan  item  total,  dimana  untuk  mencari  reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian maka menggunakan rumus alpha α:
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, maksudnya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama                   ( Syaifuddin Azwar, 2000 : 3). Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik Formula Alpha Cronbach dan dengan menggunakan program SPSS 15.0 for windows.
Rumus :
α = 

Keterangan :
α   =  koefisien reliabilitas alpha
k   =  jumlah item
Sj  =  varians responden untuk item I
Sx =  jumlah varians skor total
            Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000: 312) yang membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut :
Jika alpha atau r hitung:
1. 0,8-1,0                     = Reliabilitas baik
2. 0,6-0,799                 = Reliabilitas diterima
3. kurang dari 0,6        = Reliabilitas kurang baik




Komentar

Postingan populer dari blog ini

LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

PESONA KOTA RUTENG - FLORES