30 Menit





 Pagi itu aku terbangun kala hujan mulai membasahi bumi. Gugusan-gusan rintik hujan  bersentuhan mesra bersama genteng, membuat alunan suasana menjadi begitu tentram. Pagi itu sinar mentari belum nampak menyinari bumi, mungkin ia tertutup awan hitam nan pekat. Ku lirik sebuah jam dinding di kamarku. Pukul 05:23, entah kenapa malam itu aku tak bisa tertidur. Seperti ada sesuatu yang selalu mengganggu pikiranku. Begitu abstrak. Begitu sulit untuk ditebak. Aku bingung harus memulainya darimana.
Seorang teman yang sudah lama menemaniku bercerita tentang pengelamanya bersama seorang cewek yang menjadi incaranya, sebut saja Adri. Dia memang sudah lama bertemu dengan Uci (cewek yang menjadi incaranya) hanya selama ia mengenal Uci ia tak pernah mendapatkan hati dan cintanya. Pernah ia mengungkapkan perasaannya kepada Uci tapi sayang ungkapan hatinya dibalas dengan tak memberikan satupun jawaban. Berulang kali ia memberikan surprise kepada Uci, berulang kali juga surprisenya dianggap biasa-biasa  saja.
Suatua ketika, sebuah organisasi yang sama-sama di geluti mereka berdua mengadakan sebuah kegiatan. Pukul 08: 00, Adri sudah berangkat ke tempat acara dengan mengenakan pakian dinas hAdrian Resimen Mahasiswa, karena kegiatanya dihadiri oleh petinggi universitas se- Bali maka Adri berpenampilan prima. Entah kenapa hAdri itu Adri tak membawa sepeda motor kesayangannya, ia diantarkan oleh kakaknya yang belakangan ini sibuk bekerja. Sekitar pukul 01:15 acaranya selesai, Adri tahu dia harus berbuat apa.
“Sus, kamu pulang ma siapa?” Tanya Adri.
“aku ngg pulang ma siapa-siapa Ri”
“ohh gitu, kamu bisa ngg ngantarin aku ke Kuta, soalnya aku ngg bawa motor hari ini. Tolong ya,?” ia sedikit merendahkan nada bicaranya, berharap Uci mau membantunya.
“baiklah kalau begitu, skalian aku mau nyari sesuatu di kuta”
Ia begitu gembira ketika mendengarkan Uci mengiyakan untuk mengantarnya ke Kuta. Dalam perjalanan mereka bercengkrama layaknya muda-mudi yang sedang pacaran. Adri sempat berharap agar Uci mau memeluknya dadri belakang tapi harapannya segaera pupus karena Uci tak melakukanya. Sekitar 30 menit perjalanan ahirnya mereka sampai di tempat tujuan.
“kok kamu turunya di sini?” Tanya Uci bingung.
“iya, ini tempat kakakku bekerja,”
“ohh gitu, aku langsung balik ya?”
“oke, hati-hati di jalan ya”
Uci melemparkan sebuah senyuman manja ke arah Adri, sambil melanjutkan kendaraanya menjauh darinya.
***
Entah nasib sial apa yang menimpanya, saat itu Adri tak menemukan kakaknya bekerja. ia tak tahu harus berbuat apa. Ingin menelpon agar ada yang menjemputnya, tapi nasib sial menimpa hpnya mati. Ahirnya ia memutuskan untuk berjalan kaki sejauh 3 kilometer menuju rumah pamanya, yang kebetulan masih di sekitar daerah kuta.
Panasnya siang menancap keras di atas ubun-ubun. Peluh terus membasahi ketiaknya. Ia terus berjalan, dengan sesekali ia mampir beristirahat sejenak di warung-warung pinggir jalan. Beberapa warga melihatnya dengan tatapan yang membingungkan, mereka mengira Adri adalah seorang pemuda yang sedang mencari pekerjaan.
“coba saya tidak minta bantuan sama Uci, pasti saya tidak harus berjalan sejauh ini. Sial!” gumamnya dalam hati.
“tapi tak apalah, yang penting bisa bersamanya selama 30 menit dalam satu kendaraan itu sudah cukup” pikirnya seraya tersenyum mengingat senyuman Uci.
Sebuah kisah yang mengitkanku tentang dirinya. Dirinya yang membuat aku tak bisa tidur. Entah karena aku terlalu mencintainya ataukah sebuah petanda bahwa dia sedang memikirkanku.
Denpasar, 15 Juni 2014
(Terinspirasi dari kisah cinta, #AP)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ruteng, Kota yang Dingin Namun Hangat

SKALA PENGUKURAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN

PESONA KOTA RUTENG - FLORES